1PA18.Raffi Maulana.T4
Nama :
Raffi Maulana
Kelas :
1PA18
NPM :
11522161
Link :
https://raffimaulana27.blogspot.com/2022/10/1pa18raffi-maulanat4.html
Matkul :
PKN (PP-000207)
Dosen :
Kurniawan B. Prianto, S.KOM.SH.MM
Tugas
T4
KASUS
KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA ATAU INTERNASIONAL
Belum lama ini kasus kewarganegaraan ganda kembali
terjadi, dan kali ini menimpa Orient Patriot Riwu Kore, Bupati terpilih Sabu
Raijua, Nusa Tenggara Timur dalam Pilkada 2020. Banyak orang pun mempersoalkan
keabsahan statusnya sebagai warga negara dan sebagai bupati terpilih.
Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No.12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dinyatakan bahwa Warga Negara
Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan (h) mempunyai
paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat
diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain
atas namanya. Dari pasal tersebut, Orient yang diduga memiliki paspor AS, tentu
membuat banyak orang mempertanyakan status kewarganegaraannya dan terpilihnya
ia sebagai bupati.
Guna membahas isu tersebut, DPP IKA Undip menggelar
diskusi virtual bertajuk “Kasus Kewarganegaraan Ganda Orient dan Pil Pahit
Pilkada Indonesia”, Rabu (3/3), pukul 19.30 – 22.00 WIB. Hadir sebagai
pembicara, Hasyim Asyari, S.H., M.Si., Ph.D., anggota KPU RI dan Dosen FH
Undip; Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, S.H., M.H., Direktur Jenderal Dukcapil
Kementerian Dalam Negeri, serta Dr. Ricca Anggraeni, S.H., M.H., Dosen FH
Universitas Pancasila. Acara yang dibuka oleh Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H.,
selaku host dengan opening remarks dari Drs. H. Akhmad Muqowwam selaku wakil
ketua umum DPP IKA Undip dihadiri lebih dari 200 peserta. Diskusi virtual ini
diselenggarakan melalui Zoom.
Hasyim Asyari memberikan pandangannya, bahwa KPU tidak
lagi berwenang dalam menyelesaikan permasalahan kewarganegaraan ganda pada
kasus Orient. Hal ini karena tahapan pilkada telah selesai. “KPU berposisi
bahwa pilkada sudah selesai dan informasi atau bukti tentang status
kewarganegaraan AS oleh Orient, timing-nya sudah selesai (setelah pilkada
selesai, red.) KPU tidak berwenang lagi dalam mengambil sikap pembatalan
calon,” ujarnya. Lebih lanjut Hasyim menjelaskan, bahwa tahapan pilkada paling
akhir yang masih menjadi wewenang dan tanggung jawab KPU adalah penetapan calon
terpilih.
Banyak pihak mempertanyakan kinerja KPU, yang dianggap
kecolongan dengan adanya calon berwarganegara ganda maju sebagai calon bupati
pada pilkada lalu. Menurut Hasyim, KPU sudah memeriksa berkas-berkas
persyaratan calon. Adapun identitas bukti persyaratan “calon merupakan Warga
Negara Indonesia” adalah KTP. Orient memiliki KTP yang memuat status
kewarganegaraannya adalah WNI.
“Secara teknik, pembuktiannya (status kewarganegaraan,
red.) apa? Yang paling mudah adalah KTP, karena ada kolom kewarganegaraan,
ketika dilihat statusnya adalah WNI, maka KPU harus berhusnudzon kepada lembaga
yang menerbitkan KTP tersebut,” jelasnya. Hasyim menegaskan pula bahwa KPU Sabu
Raijua telah melakukan klarifikasi kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Kupang. Hasilnya bahwa KTP dan identitas Orient sah di mata hukum.
Zudan membenarkan bahwa berdasarkan KTP, Orient
merupakan WNI. Dari penelusuran data SIMDU diketahui bahwa Orient lahir di NTT.
Orient menyelesaikan pendidikan dari SD hingga PT di NTT. Selesai kuliah Orient
pindah ke Jakarta dan tercatat sebagai penduduk DKI, karena NIK-nya merupakan
NIK DKI. Tahun 2018 Orient melakukan perekaman KTP elektronik. Tahun berikutnya
Orient pindah ke Jakarta Selatan. Tahun 2020 Orient memiliki KTP Kota Kupang.
Adapun paspor yang diterima Orient bertanggal 1 April
2019 adalah pemberian dari Amerika Serikat. Zudan mengungkapkan paspor itu
sudah kedaluwarsa. Orient mendapatkan paspor AS, karena ia bekerja di instalasi
penting di AS, dan untuk masuk ke instalasi itu harus memiliki paspor AS, maka
ia diberi paspor itu. Zudan menegaskan bahwa pihaknya bersama Direktorat
Jenderal Imigrasi dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sedang
melakukan pengkajian kasus ini.
Sementara itu, Ricca mengingatkan bahwa kasus serupa
pernah terjadi pada Archandra Tahar dan paskibraka Gloria Natapradja Hamel.
Banyaknya kasus dwikewarganegaraan yang mencuat, seharusnya menjadi patokan dan
pedoman baru untuk merevisi UU kewarganegaraan. Ia mengambil masalah terkait UU
Kewarganegaraan RI yang belum mengakomodir NIK warga negara secara penuh,
ataupun pembahasan dwiwarganegara dalam UU yang terbatas pada anak di bawah
usia 18 tahun.
“Dampak yang terjadi dari masalah itu, banyak orang
Indonesia yang luar biasa di luar negeri, ketika mereka mau pulang itu sulit,
atau ketika misalnya orang Indonesia yang luar biasa itu berhasil menciptakan
kekayaan intelektual, yang seharusnya bisa terekam jadi kekayaan intelektual
Indonesia itu menjadi susah,” jelas Ricca. Menurut Ricca, jalan keluar dari
masalah Orient ada pada revisi UU kewarganegaraan dan mengupayakan
mempertahankan nasionalisme orang Indonesia.
Sumber : https://www.ikaundip.org/readmore/22329-polemik-kasus-kewarganegaraan-ganda-orient
Komentar
Posting Komentar